<< Kembali ke Peta Provinsi

Program Pengembangan Penanggulangan Diabetes Melitus di Kalimantan Timur dan Hasil Sementara

Beban Penyakit Diabetes Melitus

dalam pengembangan

Untuk mengurangi beban penyakit diabetes melitus di Provinsi Kalimantan Timur, ada berbagai hal penting yang dibahas dalam situasi saat ini antara lain: 

A. Perencanaan Bersama Terkait Diabetes Melitus

Provinsi Kalimantan Timur menghadapi tantangan serius dalam pengendalian Diabetes Melitus (DM). Berdasarkan data yang dipaparkan, terlihat jelas adanya variasi yang signifikan dalam hal perencanaan bersama terkait pengendalian DM di tingkat kabupaten/kota. Beberapa daerah telah menunjukkan komitmen dan upaya kolaboratif yang baik, sementara yang lain masih perlu meningkatkan perencanaan dan kerjasama antar instansi.

  • Kepemimpinan Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan memegang peran sentral dalam menggerakkan perencanaan dan pengendalian DM. Kota Samarinda dan Balikpapan menjadi contoh positif dimana Dinas Kesehatan berperan aktif dalam memimpin kolaborasi lintas sektor. Di Samarinda, kerjasama dengan sektor swasta seperti PT. Indomining dan di Balikpapan dengan laboratorium swasta seperti Prodia menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengatasi DM. 

Namun, di beberapa kabupaten, Dinas Kesehatan masih menunjukkan keterbatasan dalam hal koordinasi dan perencanaan bersama. Di Kutai Barat, perencanaan pengendalian DM di tingkat Dinas Kesehatan masih belum menyeluruh. Di Berau, Dinas Kesehatan masih fokus pada skrining dan deteksi dini, belum pada perencanaan kolaboratif yang komprehensif. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan dukungan bagi Dinas Kesehatan di daerah-daerah tersebut agar dapat memimpin upaya pengendalian DM secara efektif.

  • Peran Puskesmas

Puskesmas memegang peran krusial dalam pengendalian DM di tingkat lokal. Di Kabupaten Kutai Timur, beberapa Puskesmas telah aktif berkolaborasi dengan instansi lain dalam perencanaan dan skrining DM. Di Kota Samarinda, Puskesmas aktif dalam program pencegahan DM yang terintegrasi dalam Rencana Kerja Anggaran. Namun, terdapat disparitas antar kabupaten/kota dan antar Puskesmas dalam hal perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian DM. Di Paser, hanya 53% Puskesmas yang telah memiliki rencana terstruktur untuk penanganan DM. Di Penajam Paser Utara dan Kutai Barat, beberapa Puskesmas masih dalam tahap menyusun perencanaan atau menghadapi kendala dalam implementasi program. Di Berau, mayoritas Puskesmas belum memiliki kerjasama dalam perencanaan pengendalian DM. 

Kondisi ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas dan dukungan bagi Puskesmas, terutama di daerah terpencil, agar dapat melaksanakan peran mereka secara optimal dalam pengendalian DM. Dukungan tersebut dapat berupa peningkatan sumber daya manusia, anggaran, infrastruktur, dan pelatihan terkait perencanaan dan pengelolaan program kesehatan.

  • Keterlibatan Rumah Sakit

Data menunjukkan minimnya keterlibatan rumah sakit dalam perencanaan bersama pengendalian DM. RSUD Kudungga di Kutai Timur belum memiliki perencanaan bersama dengan Dinas Kesehatan, meskipun aktif dalam penyuluhan. RSU Medika Sangatta telah bekerjasama dengan Puskesmas dalam pelaporan pasien.

Rumah sakit memiliki peran penting dalam penanganan komplikasi DM dan pemberian pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi pasien DM. Oleh karena itu, perlu diupayakan peningkatan peran rumah sakit dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian DM secara komprehensif.

  • Partisipasi Sektor Swasta dan BPJS Kesehatan:

Partisipasi sektor swasta dalam pengendalian DM menunjukkan potensi yang baik, terutama di Samarinda dengan keterlibatan PT. Indomining dan perusahaan lain. Di Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, beberapa perusahaan juga telah melakukan inisiatif, namun perlu ditingkatkan. BPJS Kesehatan di beberapa daerah masih fokus pada program Prolanis dan Rujuk Balik, belum pada perencanaan kolaboratif yang lebih luas.

B. Anggaran Khusus untuk Pengendalian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) telah menjadi ancaman kesehatan yang serius di Kalimantan Timur. Penanganannya menuntut komitmen dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan sektor swasta. Alokasi anggaran khusus untuk pengendalian DM menjadi krusial dalam menentukan efektivitas program dan kegiatan yang dijalankan. Berdasarkan informasi yang tersedia, terdapat disparitas yang signifikan dalam alokasi anggaran khusus DM di tingkat kabupaten/kota di Kalimantan Timur.

  • Variasi Alokasi Anggaran dan Ketergantungan pada BOK

Beberapa kabupaten/kota menunjukkan keseriusan dalam menangani DM dengan mengalokasikan anggaran khusus. Dinas Kesehatan di Kutai Timur, Samarinda, Kutai Barat, dan Kutai Kartanegara mengalokasikan dana dari APBD untuk program pengendalian DM. Di Kutai Timur dan Samarinda, sejumlah Puskesmas juga telah mengkonfirmasi alokasi anggaran khusus, yang sebagian besar bersumber dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Namun, ketergantungan pada BOK menjadi masalah umum di banyak kabupaten/kota. Di Paser, meskipun sebagian besar Puskesmas telah mengalokasikan dana khusus, 16% Puskesmas lainnya belum memiliki anggaran khusus, yang dapat menghambat pelaksanaan program. Penajam Paser Utara juga menunjukkan keterbatasan informasi detail mengenai anggaran khusus DM. Di Bontang, hanya dua dari lima Puskesmas yang disebutkan memiliki anggaran khusus DM.

  • Keterbatasan Anggaran dan Integrasi dengan Program Lain

Berau menunjukkan tantangan yang lebih besar. Dinas Kesehatan belum mengalokasikan anggaran khusus, dan anggaran kegiatan DM tergabung dalam anggaran deteksi dini dan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Meskipun sebagian besar Puskesmas memiliki anggaran untuk kegiatan pengendalian DM, jumlahnya bervariasi dan masih bergantung pada BOK.

Di Mahakam Ulu, baik Dinas Kesehatan maupun Puskesmas menghadapi kendala signifikan dalam alokasi anggaran khusus DM. Puskesmas Tiong Ohang dan Long Pahangai masih mengandalkan BOK dan sebagian anggaran dari desa, yang jumlahnya belum mencukupi. Dinas Kesehatan, meskipun telah mengalokasikan anggaran dari Dana Bagi Hasil, tetap membutuhkan dukungan anggaran yang lebih besar.

  • Peran Swasta dan Tantangan di Tingkat Desa

Partisipasi swasta dalam pengendalian DM menjadi poin positif di beberapa daerah. Di Samarinda, PT. Indomining menyediakan anggaran khusus untuk pengendalian DM. Di Kutai Timur, Poliklinik PT Swakarsa Sinarsentosa memiliki program pengendalian dan monitoring penyakit metabolik. Di Kutai Kartanegara, PT United Tractors Tbk dan PT. Pamapersada Site Baya juga memiliki anggaran khusus DM.

Namun, di tingkat desa, Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa Pemerintahan Desa Jambruk belum memiliki anggaran khusus DM karena belum adanya pencanangan program khusus. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman dan komitmen terhadap pengendalian DM di tingkat desa masih perlu ditingkatkan.

C. Kegiatan Gerakan Sosial untuk Pengendalian Diabetes Melitus

Gerakan sosial untuk pengendalian diabetes melitus (DM) di Kalimantan Timur menunjukkan gambaran yang beragam. Beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan komitmen dan inovasi dalam mengembangkan program yang komprehensif dan berkelanjutan, sementara yang lain masih memerlukan dukungan dan pengarahan lebih lanjut.

  • Variasi Implementasi Program dan Peran Pemangku Kepentingan

Kota Samarinda dan Kota Balikpapan muncul sebagai contoh daerah dengan gerakan sosial yang relatif maju. Di Samarinda, kolaborasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan sektor swasta seperti PT. Indomining menghasilkan program skrining massal, edukasi, dan program rutin seperti senam Prolanis yang efektif. Kota Balikpapan juga menunjukkan komitmen yang baik dengan program Posbindu, Germas, dan Posyandu Lansia yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Kabupaten Kutai Kartanegara juga patut diapresiasi dengan beragam kegiatan gerakan sosial yang melibatkan berbagai instansi, mulai dari skrining kesehatan, senam bersama, edukasi, hingga promosi kesehatan di media sosial. Keterlibatan PT United Tractors Tbk menunjukkan sinergi positif antara sektor swasta dan pelayanan kesehatan.

Kota Bontang menonjol dengan inovasi di Puskesmas Bontang Lestari melalui program JUS GEMBUL yang memadukan senam, konsumsi buah, dan pemeriksaan kesehatan.

Namun, Kabupaten Kutai Timur, Kutai Barat, Mahakam Ulu, dan Paser masih perlu meningkatkan gerakan sosial untuk pengendalian DM. Di Kutai Timur, gerakan sosial lebih banyak diinisiasi oleh Puskesmas dan belum terintegrasi secara menyeluruh. Kutai Barat masih terbatas pada skrining massal dan penyuluhan di Posbindu, sementara Mahakam Ulu menghadapi tantangan dalam mengorganisir gerakan sosial karena keterbatasan sumber daya. Di Paser, hampir setengah dari Puskesmas belum memiliki gerakan sosial yang spesifik untuk menangani DM.

Peran Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pengendalian DM di tingkat masyarakat sangat krusial. Beberapa Puskesmas telah menunjukkan kinerja yang baik dengan program-program inovatif, namun masih banyak Puskesmas yang belum memiliki gerakan sosial yang spesifik untuk menangani DM.

D. Pemimpin Gerakan Sosial dalam Pengendalian Diabetes Melitus

Kalimantan Timur, dengan keberagaman wilayah dan penduduknya, menyajikan gambaran yang kompleks mengenai kepemimpinan gerakan sosial pengendalian diabetes melitus. Meskipun terdapat upaya yang signifikan dari berbagai pihak, namun masih terdapat disparitas yang cukup mencolok dalam hal kepemimpinan dan efektivitas program pengendalian DM di tingkat kabupaten/kota.

  • Keberadaan dan Peran Pemimpin Gerakan Sosial

Secara umum, Kalimantan Timur telah menunjukkan komitmen untuk mengatasi masalah DM melalui berbagai inisiatif. Namun, keberadaan pemimpin gerakan sosial yang kuat dan terstruktur masih menjadi tantangan di beberapa daerah. Di beberapa kabupaten/kota, seperti Samarinda dan Balikpapan, kepemimpinan gerakan sosial telah terinstitusionalisasi dengan baik, ditandai oleh adanya koordinasi yang baik antar sektor, keterlibatan masyarakat yang aktif, dan program-program yang terukur. Sebaliknya, di daerah lain, kepemimpinan masih bersifat ad-hoc dan belum terintegrasi dengan sistem kesehatan secara keseluruhan.

  • Variasi Struktur Kepemimpinan

Struktur kepemimpinan gerakan sosial di Kalimantan Timur juga bervariasi. Beberapa daerah mengadopsi model kepemimpinan tunggal, di mana seorang individu bertanggung jawab penuh atas koordinasi program. Model lainnya melibatkan tim kepemimpinan yang terdiri dari berbagai pihak terkait, seperti tenaga kesehatan, perwakilan masyarakat, dan sektor swasta. Meskipun kedua model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun model tim kepemimpinan cenderung lebih efektif dalam mengelola kompleksitas masalah DM dan melibatkan berbagai perspektif.

dalam pengembangan