20Oct
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Written by DM Kalimantan Timur. Posted in Artikel
Provinsi Kalimantan Timur, dengan luas geografisnya dan variasi kondisi sosial ekonomi di setiap kabupaten/kota, menghadapi tantangan unik dalam penanganan diabetes melitus (DM). Analisis komprehensif tingkat provinsi menunjukkan bahwa kualitas dan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan menjadi faktor krusial yang menentukan efektivitas program pengendalian DM.
Variasi Signifikan dalam Kualitas dan Kuantitas SDM Kesehatan
Terdapat disparitas yang jelas antara kabupaten/kota di Kalimantan Timur dalam hal kualitas dan kuantitas SDM kesehatan. Kota Samarinda dan Balikpapan, sebagai pusat urban dengan infrastruktur yang lebih maju, memiliki SDM kesehatan yang relatif lebih memadai dan terlatih. Di Samarinda, sinergi antara Dinas Kesehatan, puskesmas, dan perusahaan dalam program pengendalian DM menunjukkan ketersediaan SDM yang mampu menjalankan program secara komprehensif, mulai dari edukasi, skrining, hingga pengobatan. Balikpapan, dengan kader kesehatan yang terlatih dan berperan aktif dalam skrining dan pemantauan pasien, menunjukkan optimalisasi peran SDM dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.
Di sisi lain, kabupaten-kabupaten dengan aksesibilitas terbatas dan kondisi geografis yang menantang, seperti Mahakam Ulu, Kutai Barat, dan Paser, menghadapi kendala serius dalam ketersediaan dan kompetensi SDM kesehatan. Mahakam Ulu, dengan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang minim di Puskesmas Tiong Ohang dan Long Pahangai, menjadi contoh nyata betapa sulitnya menjangkau dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat di daerah terpencil. Kutai Barat, meskipun aktif dalam alokasi dana dan program Germas, tetap terkendala oleh keterbatasan SDM di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Paser, meskipun menunjukkan peningkatan kompetensi SDM, masih perlu meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan di wilayah terpencil.
Peran dan Kompetensi SDM Kesehatan
Peran dan kompetensi SDM kesehatan juga bervariasi di setiap kabupaten/kota. Di Kutai Timur, tim PTM di puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan kader kesehatan terlatih, menunjukkan upaya menerapkan pendekatan preventif dan promotif. Namun, kompetensi tim PTM ini perlu terus ditingkatkan agar mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitas. Samarinda menunjukkan pemanfaatan SDM yang optimal, dengan puskesmas yang tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga memberikan edukasi gaya hidup sehat melalui inisiatif seperti senam prolanis. Di Bontang, peran ahli gizi dalam edukasi manajemen nutrisi bagi pasien DM menunjukkan spesialisasi SDM yang mulai berkembang.
Penajam Paser Utara menunjukkan struktur SDM yang cukup lengkap, dengan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) yang berperan dalam koordinasi program, serta pelibatan ahli gizi, perawat, dan dokter. Namun, peningkatan kompetensi SDM dalam penanganan DM gestasional perlu menjadi perhatian khusus. Di Kutai Kartanegara, pelibatan kader kesehatan di desa dalam program Posbindu PTM dan Posyandu menunjukkan strategi pemberdayaan SDM komunitas yang efektif. Berau, dengan keterbatasan SDM, menunjukkan potensi kolaborasi lintas sektor dengan melibatkan universitas dalam upaya pengelolaan DM.